Minggu, 12 Desember 2010


Pada Sebaris Hujan

Pada sebaris hujan, kita masuki cakrawala
dengan payung terbuka
tanpa layung senja. Terpa angin meninggalkan
jejak dingin di dada kita.
Engkau menggigil di jantungku.
Jutaan tetes air berterbangan
seperti tangis terbebas dari kesedihan
seperti bungabunga
tumpah dari jambangan. Mengisi hatimu yang bimbang
mengubahmu jadi tembang. Rintik merdu.
Sebulir hujan menggantung di ujung payung
sebuah kilau, seolah
cahaya yang tersimpan. Sebutir doakah?
Kumasuki kelambu hujan
di mana airmatamu menggenggam rindu.
Waktu lalu mendesak. Serasa singkat.
Rembang pun berlalu, saat benderang lampulampu
… dan hujan berpamitan  di jendela senja
yang perlahan menutup payung kita
dengan sebuah pelukan.
2010

Selalu Ada Puisi Untukmu


Selamat datang di situs Puisi untuk Kekasih. Anda dari atau sekitar melalui GOOGLE dengan keyword: 'puisi cinta'. Selamat menikmati sajian puisi-puisi cinta nan romantis. Apabila puisi yang ditampilkan tidak seperti yang diharapkan, coba ulangi pencarian dengan Search Engine Internal di bawah ini, cukup keyword utamanya saja, atau Anda dapat juga menghubungi saya.
Puisi-puisi yang dicari
 
 
 
 
Senin, 22 Nopember 2010

Pada Sebaris Hujan

Pada sebaris hujan, kita masuki cakrawala
dengan payung terbuka
tanpa layung senja. Terpa angin meninggalkan
jejak dingin di dada kita.
Engkau menggigil di jantungku.
Jutaan tetes air berterbangan
seperti tangis terbebas dari kesedihan
seperti bungabunga
tumpah dari jambangan. Mengisi hatimu yang bimbang
mengubahmu jadi tembang. Rintik merdu.
Sebulir hujan menggantung di ujung payung
sebuah kilau, seolah
cahaya yang tersimpan. Sebutir doakah?
Kumasuki kelambu hujan
di mana airmatamu menggenggam rindu.
Waktu lalu mendesak. Serasa singkat.
Rembang pun berlalu, saat benderang lampulampu
… dan hujan berpamitan  di jendela senja
yang perlahan menutup payung kita
dengan sebuah pelukan.
2010
Selasa, 2 Nopember 2010

Selalu Ada Puisi Untukmu

Selalu ada puisi untukmu
antara hasrat dan katakata yang dibasahi gelembung cinta
yang melahirkan gerimis di bumi jiwa kita
semua kata yang tujuannya menggambarkan hatimu
selempang pelangi di cakrawala.
Senyum yang menjadi rahasia bibirmu
kuperam dalam jantungku. Tumbuh satu per satu
menggetarkan sunyi, bermekaran di antara jemari
sebagian terperangkap ke dalam sajak
sebagian terlepas menjelma kepakkepak renjana.
Jangan risaukan katakata yang tak terucapkan
biarkan menggenang dalam kolam ingatan
atau angin menyingkap rinduku
yang tersembunyi di dedaunan dan melepaskannya padamu
dalam bentuk musim gugur yang indah.
2010
Selasa, 12 Oktober 2010

Memikirkan Kamu Seorang

Bulan. Bias cahaya melukis malam jadi taman. Kubayangkan kau di sini, di pangkuan. Memetik angin mendawaikan lagu, seirama detak jantung memperjelas rindu. Pemandangan selalu lebih indah, ketika tatap matamu bersinar di pangkuan. Mungkin kautitipkan kerling matamu pada embun. Kukecup keningmu pada setangkai kuntum.
Jarak. Aku mencintaimu, maka rindu menjadi pertemuan paling indah ketika kamu tak di sisiku. Suaramu musik yang membebaskan aku dari sepi. Gemuruh. Aku dengar ombak di kejauhan, bagai ritmis jantung berdebar memecah sunyi. Memenuhi teluk hatiku dengan gemuruh laut yang tak pernah henti. Sebab hanya rindu mampu menyempurnakan percakapan kita, yang kadang tak bisa diakhiri dengan ciuman.
Malam lebih panjang. Memikirkan kamu seorang. Di balik cerahnya bintang, kaukah mengarahkan kompas hatiku. Untuk kutemukan doamu yang kautitipkan pada langit jauh. Jejakjejakmu melindungi setiap kenangan, menciptakan bayangan yang berjaga di lensa mata. Sungguh, aku kangen kamu.
2010
Sabtu, 9 Oktober 2010

Sketsa Hati dalam Secangkir Senja

Awan tipis tersapu angin, seakan handuk terlepas
meninggalkan gemas pada tubuhmu, kurasakan udara
yang ditinggalkan hujan. Mentari di celah jendela
kaukah yang membawanya. Deras sinarnya
seperti darah menghanyutkan degup rindu
di serambi jantungku.
Senampan senja kausuguhkan, lentik jemarimu indah
tatap matamu tak sanggup kugubah, jejakmu sumringah
dalam hangat yang terperangkap racikan daunan teh
seputik melati menepi di pinggir cangkir
menyengatkan wangi di bibir. Dan senyummu
kuseruput tanpa akhir.
Cinta bergetar di tengah Oktober
lengkung alismatamu memayungi senja hujan
aku menghangatkan diri di matamu
pada sinarmatamu anggun, pada sunyi yang unggun
pada sketsa hatimu yang mengambang
di secangkir senja yang rembang.
2010
Selasa, 14 September 2010

Sebuah Tamasya

Akhirnya kita sampai ke sebuah samudera
yang menyatukan waktu kita.
Sebuah tamasya.
Kupersembahkan bulan sebagai bahtera
mengarungi semesta, lautan cumbu dan canda.
Lautan sejenis candu. Lautan semanis madu.
Mendaki puncakpuncak gelombang
membelah kesunyian
gemuruh lautan menyisakan buihbuih di wajahmu.
Kukecup wajahmu betapa manisnya kamu. Dan waktu pun
menjadi tempat paling indah menciptakan
album kenangan. Yang membangkitkan rindu.
Selalu ingin kita ulangi lagi
tamasya itu. Dan bukankah kita memiliki bahtera sekaligus
lautannya?
Kutatap wajahmu, buihbuih
kenangan manis itu. Menetes seperti
madu.
2010
Senin, 13 September 2010

Ketika Memandangmu

Aku sedang memandangmu
di bawah bulan setengah lingkaran
membaca selaksa kata di matamu
menafsirkan sirat cinta.
Maka ketika kau memandangku
aku tahu, kau bulan yang jatuh di wajahku
kau yang selalu di wajahku
menuliskan pendarpendar cahaya
petunjuk bagi langkahku
menelusuri jalan setapak di hatimu
langit yang selalu membukakan pintu
untuk pulang kepakkepak sayapku.
Di bawah bulan yang mengambang
di pematang alis matamu
ribuan kata tertutup embun dan kulihat wajahmu
merunduk menggenggam bulir rindu.
2010
Senin, 13 September 2010

Tatapan yang Berubah Jadi Sajak

Biarkan aku mengubahnya menjadi kata
ketika engkau menatap
biarkan airmatamu menjadi tinta, mengalir rebak
menjelma aksara yang meluap
mengubah kertas hidupku
menjadi telaga sajak.
Kaulihat ombak katakata yang bening
membuat nampak semua isi hatiku.
2010
Minggu, 5 September 2010

Mudik ke Hatimu

Rerumputan menyirat
jejakjejakmu jadi jalan setapak
Aku menuju hatimu dengan setangkai sajak
yang kupetik dari perjalanan berliku
bukankah selalu kutanam perdu
penawar rindu.
Embun-embun menyukai telanjang tapak kakimu
ketika kau melintas jalan setapak
rerumputan menjaga jejakmu tetap basah
seperti butir airmata yang enggan jatuh dari bulumatamu
bagaimana pun aku memunguti jejak itu
menyimpannya dalam sebuah sajak
lalu kuikuti ke mana kata pergi mengembara.
Bukankah hatimu kampung halaman
dari seluruh sajakku
tempat aku mudik dengan segala perbekalan
cinta.
2010
Minggu, 5 September 2010

Sketsa Taman di Purnama Malam

Lalu di sebuah taman
langit mendekat bersahabat
menyuguhkan teh hangat dengan sedikit uap
perjalanan panjang pun serasa singkat
kita bersulang mengubah malam pekat
jadi upacara persembahan
rembulan perak
untukmu.
Di padang ilalang
bulan ini kujerat dengan sajak
kuikat di pohon cempedak
agar kelam tak membawanya lenyap
ke dalam gelap.
Terasa di wajahmu getar sumringah
arus darah mengalirkan hemoglobin cinta
percakapan apakah mengalir dalam terang rembulan
tatap teduhmu tak pernah tuntas aku tafsirkan.

2010

Sabtu, 4 September 2010

Vulkanik Rindu

Ada bara pada cinta yang gemuruh di jantungku. Sebongkah niat, segunung hasrat. Bibirku merangkum sejuta getaran dalam satu isyarat, ciuman dahsyat. Lihalah pendarpendar api di mataku—
Setiap rayu adalah aksara yang terbakar. Lava cinta meleleh dari mataku menuruni jurang yang membelah dadamu. Denyut nadi tak meredakan gejolak jantungku. Magma tak habishabisnya bergolak. Memuntahkan vulkanik rindu ke langit semesta. Bila debu rinduku menghalangi pandangmu, sematamata aku ingin memenuhi matamu dengan kata cinta.
Aku tak bisa berhenti menyemburkan cinta di tubuhmu, sejuta cium dan peluk, memenuhi lembahlembahmu, sungaisungai hatimu. Tak bisa berhenti hanyut, dalam denyut di nadimu. Aku meleleh dalam hidupmu. Menciptakan kawahkawah rindu yang baru.
2010
Switch to our mobile site
<!-- This page took 13.096380 seconds to load.

Memikirkan Kamu Seorang

Bulan. Bias cahaya melukis malam jadi taman. Kubayangkan kau di sini, di pangkuan. Memetik angin mendawaikan lagu, seirama detak jantung memperjelas rindu. Pemandangan selalu lebih indah, ketika tatap matamu bersinar di pangkuan. Mungkin kautitipkan kerling matamu pada embun. Kukecup keningmu pada setangkai kuntum.
Jarak. Aku mencintaimu, maka rindu menjadi pertemuan paling indah ketika kamu tak di sisiku. Suaramu musik yang membebaskan aku dari sepi. Gemuruh. Aku dengar ombak di kejauhan, bagai ritmis jantung berdebar memecah sunyi. Memenuhi teluk hatiku dengan gemuruh laut yang tak pernah henti. Sebab hanya rindu mampu menyempurnakan percakapan kita, yang kadang tak bisa diakhiri dengan ciuman.
Malam lebih panjang. Memikirkan kamu seorang. Di balik cerahnya bintang, kaukah mengarahkan kompas hatiku. Untuk kutemukan doamu yang kautitipkan pada langit jauh. Jejakjejakmu melindungi setiap kenangan, menciptakan bayangan yang berjaga di lensa mata. Sungguh, aku kangen kamu.
2010
Sabtu, 9 Oktober 2010

Sketsa Hati dalam Secangkir Senja

Awan tipis tersapu angin, seakan handuk terlepas
meninggalkan gemas pada tubuhmu, kurasakan udara
yang ditinggalkan hujan. Mentari di celah jendela
kaukah yang membawanya. Deras sinarnya
seperti darah menghanyutkan degup rindu
di serambi jantungku.
Senampan senja kausuguhkan, lentik jemarimu indah
tatap matamu tak sanggup kugubah, jejakmu sumringah
dalam hangat yang terperangkap racikan daunan teh
seputik melati menepi di pinggir cangkir
menyengatkan wangi di bibir. Dan senyummu
kuseruput tanpa akhir.
Cinta bergetar di tengah Oktober
lengkung alismatamu memayungi senja hujan
aku menghangatkan diri di matamu
pada sinarmatamu anggun, pada sunyi yang unggun
pada sketsa hatimu yang mengambang
di secangkir senja yang rembang.
2010
Selasa, 14 September 2010

Sebuah Tamasya

Akhirnya kita sampai ke sebuah samudera
yang menyatukan waktu kita.
Sebuah tamasya.
Kupersembahkan bulan sebagai bahtera
mengarungi semesta, lautan cumbu dan canda.
Lautan sejenis candu. Lautan semanis madu.
Mendaki puncakpuncak gelombang
membelah kesunyian
gemuruh lautan menyisakan buihbuih di wajahmu.
Kukecup wajahmu betapa manisnya kamu. Dan waktu pun
menjadi tempat paling indah menciptakan
album kenangan. Yang membangkitkan rindu.
Selalu ingin kita ulangi lagi
tamasya itu. Dan bukankah kita memiliki bahtera sekaligus
lautannya?
Kutatap wajahmu, buihbuih
kenangan manis itu. Menetes seperti
madu.
2010
Senin, 13 September 2010

Ketika Memandangmu

Aku sedang memandangmu
di bawah bulan setengah lingkaran
membaca selaksa kata di matamu
menafsirkan sirat cinta.
Maka ketika kau memandangku
aku tahu, kau bulan yang jatuh di wajahku
kau yang selalu di wajahku
menuliskan pendarpendar cahaya
petunjuk bagi langkahku
menelusuri jalan setapak di hatimu
langit yang selalu membukakan pintu
untuk pulang kepakkepak sayapku.
Di bawah bulan yang mengambang
di pematang alis matamu
ribuan kata tertutup embun dan kulihat wajahmu
merunduk menggenggam bulir rindu.
2010
Senin, 13 September 2010

Tatapan yang Berubah Jadi Sajak

Biarkan aku mengubahnya menjadi kata
ketika engkau menatap
biarkan airmatamu menjadi tinta, mengalir rebak
menjelma aksara yang meluap
mengubah kertas hidupku
menjadi telaga sajak.
Kaulihat ombak katakata yang bening
membuat nampak semua isi hatiku.
2010
Minggu, 5 September 2010

Mudik ke Hatimu

Rerumputan menyirat
jejakjejakmu jadi jalan setapak
Aku menuju hatimu dengan setangkai sajak
yang kupetik dari perjalanan berliku
bukankah selalu kutanam perdu
penawar rindu.
Embun-embun menyukai telanjang tapak kakimu
ketika kau melintas jalan setapak
rerumputan menjaga jejakmu tetap basah
seperti butir airmata yang enggan jatuh dari bulumatamu
bagaimana pun aku memunguti jejak itu
menyimpannya dalam sebuah sajak
lalu kuikuti ke mana kata pergi mengembara.
Bukankah hatimu kampung halaman
dari seluruh sajakku
tempat aku mudik dengan segala perbekalan
cinta.
2010
Minggu, 5 September 2010

Sketsa Taman di Purnama Malam

Lalu di sebuah taman
langit mendekat bersahabat
menyuguhkan teh hangat dengan sedikit uap
perjalanan panjang pun serasa singkat
kita bersulang mengubah malam pekat
jadi upacara persembahan
rembulan perak
untukmu.
Di padang ilalang
bulan ini kujerat dengan sajak
kuikat di pohon cempedak
agar kelam tak membawanya lenyap
ke dalam gelap.
Terasa di wajahmu getar sumringah
arus darah mengalirkan hemoglobin cinta
percakapan apakah mengalir dalam terang rembulan
tatap teduhmu tak pernah tuntas aku tafsirkan.

2010

Sabtu, 4 September 2010

Vulkanik Rindu

Ada bara pada cinta yang gemuruh di jantungku. Sebongkah niat, segunung hasrat. Bibirku merangkum sejuta getaran dalam satu isyarat, ciuman dahsyat. Lihalah pendarpendar api di mataku—
Setiap rayu adalah aksara yang terbakar. Lava cinta meleleh dari mataku menuruni jurang yang membelah dadamu. Denyut nadi tak meredakan gejolak jantungku. Magma tak habishabisnya bergolak. Memuntahkan vulkanik rindu ke langit semesta. Bila debu rinduku menghalangi pandangmu, sematamata aku ingin memenuhi matamu dengan kata cinta.
Aku tak bisa berhenti menyemburkan cinta di tubuhmu, sejuta cium dan peluk, memenuhi lembahlembahmu, sungaisungai hatimu. Tak bisa berhenti hanyut, dalam denyut di nadimu. Aku meleleh dalam hidupmu. Menciptakan kawahkawah rindu yang baru.
2010
Switch to our mobile site
<!-- This page took 13.096380 seconds to load.